Tujuan pembangunan pada suatu
negera adalah untuk mensejahterakan masyarakatnya sehingga dialetika dalam
suatu pemerintahan selalu dikaitkan dengan kata – kata mensejahterakan
rakyatnya. Dari tujuan itulah diberlakukannya
parameter – parameter untuk dapat mengukur kesejahteraan masyarakatnya.
Parameter tersebut disusun sedemikan rupa sehingga kita dengan mudah dapat
mengartikan kondisi yang di alami oleh masyarakat yang diukur dengan parameter
tersebut. Dan dari situlah hadir berbagai lembaga yang mengurus parameter
tersebut ataupun sebaliknya, pada dasarnya berbagai parameter tersebut adalah
kondisi riil dimasyarakat ataupun sesuatu yang dialami oleh masyarakat itu
sendiri, sehingga kita sering menganggap
biasa – biasa saja dan kadang kala kita mengatakan bahwa itu tidak benar, betul
ataupun mereka salah menilai atau juga sering kita katakan masyarakat mana yang
mereka lihat itu.
Sebagai contoh Untuk
mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan
(https://www.bps.go.id/subjek/view/id/23).
Kenyataannya komponen ukur yang
dipakai tersebut sering juga tidak menggambarkan kondisi rill dimasyarakat hal
ini sering terjadi dikarenakan seringnya nya yang disurvey bukan responden yang
sebenarnya atau juga jawaban yang diberikan sering asal jawab saja, ini juga
akibat dari kesadaran kita memaknai survei dan parameter – parameter tersebut
untuk kepentingan apa buat kita, namun akibat dari jawaban tersebut berdampak
luas atas kebijakan yang diambil oleh pemangku kepentingan.
Belum biaya yang besar yang
dikeluarkan untuk mengumpulkan jawaban – jawaban dari masyarakat dan waktu yang
dipakai juga menjadi permasalahan, dalam membentangkan komponen alat ukur
dimasyarakat dimana sering kali keseluruhan masyarakat yang digunakan untuk
menjadi responden.
Seiring dengan kemajuan teknologi
dan perubahan prilaku manusia sering kali kita mendapatkan berbagai hal baru dalam
pendekatan – pendekatan pembangunan maupun konsep pembangunan tersebut, hal ini
terjadi juga pada alat – alat ukur kesejahteraan masyarakat, kadang hal – hal yang
dianggap sepele namun dapat menggambarkan kondisi rill ataupun hal yang memang
jarang digunakan tapi dapat menjawab apa yang kita inginkan, sebagai contoh
beberapa bulan yang lalu di negeri Paman
Sam (USA) dengan menggunakan parameter apa yang dimakanan dapat dilihat
berbagai kecendrungan diantaranya tingkat pendapatan, kebiasan makanan, tingkat
pendidikan dan yang terpenting adalah tingkat pendapatan.
Dari hasil survei tersebut dapat
kita simpulkan bahwa orang dengan sekolah yang tinggi dengan pendapatan yang
besar sering makan Sushi seiring
dengan itu orang dengan sekolah yang rendah dan pendapatan yang kecil jarang
sekali atau kadang tidak pernah makan Sushi.
Kalau dilihat dari parameter yang
dipakai kadang kita tidak bisa membayangkan dengan cara kita mengkonsumsi
sesuatu dapat diketahui pendapatan kita. Atau pun dari cara kita mengkonsumsi
tingkat pendidikan juga berpengaruh, sehingga kedepannya pola – pola baru dalam
mengukur kesejahteraan masyarakat pula dapat diperhatikan sampai pada alat –
alat ukur yang mungkin dianggap sepele.